Sore telah berganti menjadi petang, tapi hujan seakan tak mau menunjukkan sedikit kemurahannya padaku. Bajuku telah basah kuyup oleh hujan, belum lagi tambahan semprotan dari mobil-mobil keren yang melewati sebuah kubangan air. Ya, kotaku ini memang sering banjir saat hujan tiba.
Aku adalah seorang anak jalanan di tengah kota Jakarta yang hidup sebatang kara. Ayah, ibu dan kakakku meninggal karena suatu bencana. Lebih tepatnya aku adalah korban Tsunami Aceh beberapa tahun
silam. Saat aku terkapar tak sadarkan diri ada orang yang menolongku, aku begitu bahagia karena setidaknya ada orang yang begitu sukarelawan membantuku. Dan saat aku sadarkan diri, tak lama ia hijrah membawaku ke Jakarta. Naasnya aku tak pernah mendapatkan perhatian, yang ada aku dijadikan babu di rumahnya. Dan parahnya aku sering mendapat cacian, makian dan tak sedikit pula pukulan melayang ke tubuhku. Aku memutuskan diri untuk kabur saat mereka sedang tertidur lelap dan berhasil!Sekarang aku hanyalah seorang anak jalanan yang bekerja demi hidup di kota besar ini. Saat cuaca cerah aku bekerja sebagai pengamen jalanan yang magang di bawah lampu bangjo. Dan saat hujan aku bekerja sebagai ojek payung. Sebenarnya kerja sebagai tukang ojek payung ini lebih cepat dapat uangnya ketimbang menjadi sebuah pengamen.
Dan sekarang petang telah berganti menjadi malam. Aku pun mulai menggelar kartonku untuk alas tidur dan menyiapkan kain kumal untuk menutupi badanku dari semilir angin malam Jakarta. Dan semoga rejekiku besok lebih besar dari hari ini……
***
‘’Mama, aku boleh minta uang jajanku sekarang nggak. Soalnya besok malam temen aku ulang tahun dan nanti siang aku mau beli hadiahnya. Boleh ya Ma, sekali ini saja,’’ bujuk Mentari pada mamanya yang sedang asyik membaca majalah Sophie Martin di ruang tamu.
‘’Kan baru 2 hari yang lalu Mama kasih kamu uang. Masa kamu sekarang udah minta lagi ? Jangan boros-boros sama uang, Tari. Papa udah cari uang mati-matian. Kamu tinggal minta aja,’’ jawab Mama.
‘’Ya ampun Ma, sekali ini aja. Mentari janji besok-besok enggak deh. Janji,’’ kata Mentari tersenyum, agar Mamanya sedikit tersentuh. Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki dari arah luar berlarian hendak kedalam. Ternyata itu suara Alia, adik bungsu Mentari.
‘’Ma, aku minta uang dong buat beli kamus baru,’’ rengek Alia pada mamanya.
‘’Bukannya kamu udah punya kamus, ngapain beli lagi ?’’ tanya Mama pada anak bungsunya itu.
Mamaaaaa, kamus yang itu kurang komplit. Masa nyari ini nggak ada, nyari itu nggak ada. Iiiiihhh Mama, mana aku ada tugas lagi, ya Ma,, beli kamus baru ya.. Lagian kan kak Mentari udah dapat jatah kan ?‘’ rengek Alia.
Dan tak lama, benar saja. Selembar uang lima puluh ribuan keluar dari dompet mama.
“Jangan beli kamus lebih dari uang ini ya. Mama nggak mau nanggung lebihnya.”
“Mama, makasih yaaaa,” ia mencium pipi mamanya dan berlari menuju kamarnya.
Mentari kesal dengan sikap mamanya yang seakan-akan lebih mementingkan Alia daripada dirinya. Dan seakan-akan dia dinomorduakan.
“Toh juga kamu baru dua hari yang lalu minta uang Tari. Udah, kapan-kapan aja hadiahnya. ”
“Tapi Ma…..,” Mentari tak melanjutkan kata-katanya dan berlari menuju kamarnya sembari menangis. Kenapa sih selalu Alia, dikit-dikit Alia, dikit-dikit alia. Mama udah nggak sayang sama aku, batin Mentari sambil menangis dibalik bantal gulingnya.
Akhirnya Mentari memutuskan pergi keluar. Saat keluar ia acuh tak acuh dengan mamanya yang tetap asyik membaca majalah tanpa memperhatikannya sedikit pun. Tuh kan, emang mama nggak ada perhatian sama sekali ke aku, batinnya.
***
Karena keasyikan membaca novel Breaking Dawn, hampir 7 jam sudah Mentari berdiam diri di Gramedia dan ia memutuskan untuk berkeliling mencari hadiah yang kira-kira cocok dengan keadaan uangnya sekarang. Tapi setelah lama mencari tak ada satupun barang yang cocok. Arrrrrrrggghhhh,, mama emang pelit sama aku selalu aja lebih mentingin Alia daripada aku, gerutunya dalam hati. Mending aku pulang ah, ga ada duit ngapain lama-lama…
“SHIT !! KENAPA MESTI UJAN SEH ! ” gerutu Mentari saat ia keluar dari pintu Mall. Tapi sepertinya iblis dalam hatinya berkata lain ‘biarin aja, toh juga mama kamu ga akan nyariin kamu’. Lalu ia berniat ingin masuk lagi. Secepat kilat aku mengejarnya dan menawarkan jasaku.
“Kak, mau ojek payung?”
Yang disapa kemudian menoleh. Awalnya Mentari agak bingung, karena ia malas pulang. Tapi akhirnya ia menerima tawaran gadis cilik si tukang ojek payung itu.
“Boleh deh,” jawabnya
Sepanjang perjalanan dia hanya diam saja. Tak memberitahu alamat rumahnya. Lalu aku memulai dahulu. “Kakak mau pulang kemana ?”
Serta merta Mentari kaget. “Sebenarnya kakak malas pulang adik kecil..bla bla bla”. Sepanjang jalan gadis ini bercerita kepadaku kenapa ia malas pulang kerumah dan seperti ingin pergi dari rumah. Kami berdua seperti curhat bersama dan akhirnya aku memberikan suatu saran pada nona ini.
“Kakak harusnya bersyukur, masih memiliki ayah dan ibu yang lengkap.. Nggak perlu cari uang lagi.. Nggak kayak aku kakak, ayah ibu, kakak aku aja udah nggak ada. Ditambah lagi aku cari uang sendiri. Mencari uang itu nggak gampang kakak…blab la bla,”jawabku, dan sepertinya jawaban aku tadi membuat nona ini terharu dan tersipu malu.
Disisi lain mamanya sangat mengkhawatirkannya. “Aduh, ini anak kemana sih. Ditelpon nggak diangkat-angkat juga. Ya ampun Tari, kamu kemana sih.. udah mau jam 6 juga.. ” gumam Mama di depan teras rumah. Berkali-kali mama menelpon teman-teman yang dikenalnya tapi tidak ada satupun yang tau. Dan ketika saat ia hendak masuk kerumah, tiba-tiba ada yang memanggilnya.
“MAMAAAAA….. ”
Seketika Mentari berlari menembus hujan dan kemudian memeluk mamanya yang sepertinya sedari tadi cemas menunggu dirinya. “Mama, maafin Mentari ya. Mentari janji nggak akan boros uang lagi….”
Mamanya sedikit tertegun. Sambil memeluk anak sulungnya, ia membelai kepalanya dengan lembut. “Iya sayang, maafin Mama juga ya.. Oiya sama siapa kamu pulang ? ”
”Sama gadis kecil itu, Ma, ” gadis yang bernama Mentari itu menunjukku dan tak lama ia memanggilku dan selembar uang lima puluh ribu mengalir ke tanganku. Kemudian aku permisi pulang dan berlari, berlompat-lompat diantara kerumunan hujan
Terima kasih ya adik kecil. Terima kasih atas pelajaran yang kau berikan padaku hari ini, batin Mentari.
0 komentar:
Posting Komentar